Menyayangi tanpa Syarat?
Bismillahirrahmanirrahim
Jika ada
yang tidak perduli dengan kebahagian dirinya, seberapa besarnya kerelaan
dirinya untuk melakukan sebuah pengorbanan demi kebahagiaan orang lain
tanpa sedikitpun menginginkan sesuatu terkecuali senyum sebagai tanda
bahagia orang yang dituju maka, orang tersebutlah yang patut disebut
sebagai pemilik ketulusan. Memberi tanpa pamrih, menyayangi
tanpa syarat, begitupun saat mencintai karena ia mencinta untuk
memberi. Melakukan segalanya tanpa ada keinginan mendapatkan sesuatu
imbalan. Semua dilakukan karena memang yang bersangkutan ingin
berperbuat sebagaimana yang ia lakukan. Semuanya berasal dari lubuk
hatinya yang paling dalam. Semuanya begitu saja dilakukan tanpa berfikir
apakah membawa keuntungan atau tidak bagi dirinya saat itu juga atau
dikemudian hari. Yang jelas, memang itulah yang ingin
dilakukan/diberikannya begitu saja.
Jika ketulusan adalah seperti yang dipahami di atas, maka adakah ketulusan dalam cinta anak manusia?
Ada, namun sejauh yang saya fikirkan dari hasil melihat, hanya ada
setitik ketulusan dalam luasnya lautan cinta. Hanya ada satu diantara
1000 cinta anak manusia yang benar-benar tulus. Tulus dalam arti tanpa
ada sebuah pengharapan akan sebuah atau lebih “keuntungan”. Tanpa ada
alasan dan atau konpensasi yang diharapkan dari hasil menyukai atau
mencintai seseorang. Yang jelas, Ia mencinta karena mamang ingin
mencintai tanpa mempertimbangkan atau berhitung sedari awal. Karena
memang cintanya adalah hanya untuk memberi. Memberi dan terus memberi.
Hanya itu yang ingin dilakukannya.
Lalu, tanpa sebuah pertimbangan apakah sama halnya cinta yang dimilikinya itu buta? Hmmm entahlah.
Di paragraf ini saya ingin menuliskan hal sebagai berikut, umumnya,
seseorang atau bahkan banyak orang bisa suka dan atau lalu (mengaku)
mencintai dengan memulai dari sesuatu yang menarik pada objek yang
dicinta. Berdasarkan ketertarikannya itulah ia menyebut dirinya
mencintai seseotang. Lalu, hal-hal apa sajakah yang yang menarik dari
objek yang diakui dicintainya?. Ya tentu berbeda-beda, sesuai dengan
karakter, orientasi, kebutuhan dan atau hal yang menurutnya perlu untuk
dimiliki dan atau segala rupa yang mendukung untuk dirinya bisa menjadi
yang lebih dari hari ini. Diantaranya, kepintaran:kecerdasan, kebaikaan,
kepribadian yang mempesona:sederhana dan bersahaja, atau sangat
bijaksana. Bisa juga karana rasa nyaman jika ia berada didekat yang
disuka, ada juga yang suka karena materi yg dimiliki atau bisa juga
karana sangat terobsesi dengan ketampanan, kecantikan atau kemolekan
objek yang dituju. Sungguh beragam ya, rupa-rupa hal yang menjadi dasar
seseorang mencintai orang lain.
Dan jika menyukai orang lain
berdasarkan salah satu dari berbagai macam hal tersebut maka saya
menyebutnya cinta tersebut tidaklah tulus. Karena yang bersangkutan
telah mempunyai keinginan terhadap hal-hal tersebut yang diharapkannya
untuk bisa menjadi bagian diri yang bisa dan tengah dihadirkan seseorang
dihadapan. Sekali lagi, tulus itu memberi tanpa berharap memiliki.
Memberi untuk membahagiakan, bukan mendapatkan kesenenagannya sebagai
tujuan dari memberinya.
Memang ada cintayang benar-benar tulus?
Ada, ketulusan paling sering kita dapatkan dari laku cinta atau sayang
ibu: orang tua kepada anak-anaknya. Sering kita lihat betapa
beliau-beliau berjibaku demi senyum atau kebahagiaan anaknya. Rela
menjadi pengepul barang bekas, penambang batu, rela menjadi kuli gendong
ala simbok Pasar Beringharjo Yogyakarta. Rela menjadi apapun meski hal
itu dilihat sebelah mata oleh orang lain. Pun rela makan nasi berlauk
bawang merah demi pendidikan anaknya seperti yang pernah ditayangkan
disalah satu episode Kick Andy. Semua dilakukan demi kebahagiaan orang
lain:anaknya. Yang ada adalah memberi, memberi dan memberi.
Ketulusan yang lain bisa kita lihat tatkala seseorang memberikan
pertolongan atau sesuatu kepada orang lain yang tidak dikenali (tidak
kenal) sebelumnya. Tidak ada hubungan emosional antara keduannya. Semua
perbuatan baik yang dilakukan kepada orang lain hanya semata-mata ingin
memberi seketika itu juga. Tanpa ada niatan tersembunyi ingin diberikan
hal yang sama dari orang yang ditolongnya. Jika demikian ketulusan itu
dekat dengan ketidak-kenalan kita terhadap orang lain yang hendak
ditolong.
Seharusnya ketulusan itu lebih bisa dilakukan, karena
tulus itu ringan tanpa beban. Betapa indahnya cinta jika yang ada
hanyalah niat untuk memberi dan membahagiakan, karena ia mencintai tanpa
syarat dan tanpa beban. Saya mengucap salut kepada yang memilikinya,
senyum dariku dan peluk hangat untuk-Nya pemberi ketulusan dan
kelapangan hati.
_perempuannya_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar